Universitas Gunadarma

Sabtu, 28 Juni 2014

Manusia dan harapan

Manusia dan Harapan




Setiap manusia mempunyai harapan. Manusia yang tanpa harapan, berarti manusia itu mati dalam hidup. Orang yang akan meninggal sekalipun mempunyai harapan, biasanya berupa pesan-pesan kepada ahli warisnya.

Harapan tersebut tergantung pada pengetahuan, pengalaman, lingkungan hidup, dan kemampuan masing-masing, Misalnya, Budi yang hanya mampu membeli sepeda, biasanya tidak mempunyai harapan untuk membeli mobil. Seorang yang mempunyai harapan yang berlebihan tentu menjadi buah tertawaan orang banyak, atau orang itu seperti peribahasa “Si pungguk merindukan bulan”
Berhasil atau tidaknya suatu harapan tergantung pada usaha orang yang mempunyai harapan, misalnya Rafiq mengharapkan nilai A dalam ujian yang akan datang, tetapi tidak ada usaha, tidak pernah hadir kuliah. Ia menghadapi ujian dengan santai. Bagaimana Rafiq memperoleh nilai A. luluspun mungkin tidak.
Harapan harus berdasarkan kepercayaan, baik kepercayaan pada diri sendiri, maupun kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agar harapan terwujud, maka perlu usaha dengan sungguh-sungguh. Manusia wajib selalu berdoa. Karena usaha dan doa merupakan sarana terkabulnya harapan.
Harapan berasal dan kata harap yang berarti keinginan supaya sesuatu terjadi; sehingga harapan berarti sesuatu yang diinginkan dapat terjadi. Dengan demikian harapan menyangkut masa depan.Jadi untuk mewujudkan harapan itu harus disertai dengan usaha yang sesuai dengan apa yang diharapkan Bila dibandingkan dengan cita-cita , maka harapan mengandung pengertian tidak terlalu muluk: sedangkan cita-cita pada umumnya perlu setinggi bintang. Antar harapan dan cita-cita terdapat persamaam yaitu :
• keduanya menyangkut masa depan karena belum terwujud
• pada umumnya dengan cita-cita maupun harapan orang menginginkan hal yang lebih baik atau meningkat.


Hubungan Persamaan Harapan dengan cita-cita

Harapan berasal dari kata harap yang berarti keinginan supaya sesuatu terjadi; sehingga harapan berarti sesuatu yang diinginkan dapat terjadi. Dengan demikian harapan menyangkut masa depan.

Setiap manusia mempunyai harapan. Manusia yang tanpa harapan, berarti manusia itu mati dalam hidup. Orang yang akan meninggal sekalipun mempunyai harapan, biasanya berupa pesan-pesan kepada ahli warisnya. Harapan tersebut tergantung pada pengetahuan, pengalaman, lingkungan hidup, dan kemampuan masing-masing. Berhasil atau tidaknya suatu harapan tergantung pada usaha orang yang mempunyai harapan. Harapan harus berdasarkan kepercayaan, baik kepercayaan pada diri sendiri, maupun kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agar harapan terwujud, maka perlu usaha dengan sungguh-sungguh. Manusia wajib selalu berdoa. Karena usaha dan doa merupakan sarana terkabulnya harapan.

Cita-cita merupakan Impian yang disertai dengan tindakan dan juga di berikan batas waktu. Jadi kalau kita bermimpi untuk menjadi netpreneur yang sukses, ya… harus di sertai tindakan jangan cuma berandai-andai saja. Serta jangan lupa di berikan target waktu sehingga kita punya timeline kapan hal tersebut kita inginkan terealiasasi.

Dari kecil kita pasti dinasehati oleh orangtua, guru ataupun buku untuk menggantungkan cita-cita setinggi langit. Semua itu memang benar karena dengan adanya cita-cita atau impian dalam hidup kita akan membuat kita semangat dan bekerja keras untuk menggapai kehidupan yang lebih baik di dunia.

Cita-cita yang baik adalah cita-cita yang dapat dicapai melalui kerja keras, kreativitas, inovasi, dukungan orang lain dan sebagainya. Khayalan hasil melamun cenderung tidak logis dan bersifat mubazir karena banyak waktu yang terbuang untuk menghayal yang tidak-tidak.

Dalam bercita-cita pun sebaiknya jangan terlalu mendetail dan fanatik karena kita bisa dibuat stres dan depresi jika tidak tercapai. Contoh adalah seseorang yang punya cita-cita jadi dokter. Ketika dia tidak masuk jurusan ipa dia stress, lalu gagal snmptn / spmb kedokteran dia stress, dan seterusnya.

Tidak semua orang bisa menentukan cita-cita. Jika tidak bisa menentukan cita-cita, maka bercita-citalah untuk menjadi orang yang berguna dan dicintai orang banyak dengan hidup yang berkecukupan. Untuk mendapatkan motivasi dalam mengejar cita-cita kita bisa mempelajari kisah sukses orang lain atau membaca atau melihat film motivasi hidup seperti laskar pelangi.
Bila dibandingkan dengan cita-cita, maka harapan mengandung pengertian tidak terlalu muluk, sedangkan cita-cita pada umumnya perlu setinggi bintang. Antara harapan dan cita-cita terdapat persamaan yaitu: keduanya menyangkut masa depan karena belum terwujud, pada umumnya dengan cita-cita maupun harapan orang menginginkan hal yang lebih baik atau meningkat.



Penyebab Manusia Mempunyai Harapan


Menurut kodratnya manusia itu adalah mahluk sosial. Setiap lahir ke dunia langusung disambut dalam suatu pergaulan hidup, yakni di tengah suatu keluarga atau anggota masyarakat lainnya. Tidak ada satu manusiapun yang luput dari pergaulan hidup. Ditengah – tengah manusia lain itulah, seseorang dapat hidup dan berkembang baik fisik/jasmani maupun mental/ spiritualnya. Ada dua hal yang mendorong orang hidup bergaul dengan manusia lain, yakni dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup.

• Dorongan kodrat
Kodrat ialah sifat, keadaan, atau pcmbawaan alamiah yang sudah terjelma dalam diri manusia sejak manusia itu diciptakan oleh Tuhan. Misalnya menangis, bergembira, berpikir, berjalan, berkata, mempunyai keturunan dan sebagainya. Setiap manusia mempunyai kemampuan untuk itu semua.
Dorongan kodrat menyebabkan manusia mempunyai keinginan atau harapan, misalnya menangis, tertawa, bergembira, dan scbagainya. Seperti halnya orang yang menonton Pertunjukan lawak, mereka ingin tertawa, pelawak juga mengharapkan agar penonton tertawa terbahak-bahak. Apabila penonton tidak tertawa, harapan kedua belah pihak gagal, justru sedihlah mereka.
Kodrat juga terdapat pada binatang dan tumbuh-tumbuhan, karena binatang dan tumbuhan perlu makan, berkembang biak dan mati. Yang mirip dengan kodrat manusia ialah kodrat binatang, walau bagaimanapun juga besar sekali perbedaannya. Perbedaan antara kedua mahluk itu, ialah bahwa manusia memiliki budi dan kehendak. Budi ialah akal, kemampuan untuk memilih. Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan, sebab bila orang akan memilih, ia harus mengetahui lebih dahulu barang yang dipilihnya. Dcngan budinya manusia dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang
salah, dan dengan kehendaknya manusia dapat memilih. Dalam diri manusia masing-masing sudah terjelma sifat, kodrat pembawaan dan kemampuan untuk hidup bergaul, hidup bermasyarakat atau hidup bcrsama dengan manusia lain. Dengan kodrat ini, maka manusia mempunyai harapan.

• Dorongan kebutuhan hidup
Sudah kodrat pula bahwa manusia mempunyai bermacam-macam kebutuhan hidup. Kebutuhan hidup itu pada garis besamya dapat dibedakan atas : kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani
Kebutuhan jasmaniah misalnya ; makan, minum, pakaian, rumah. (sandang, pangan,
dan papan), ketenangan, hiburan, dan keberhasilan.
Untuk memenuhi semua kebutuhan itu manusia bekerja sama dengan manusia lain.
Hal ini disebabkan, kemampuan manusia sangat terbatas, baik kemampuan fisik/jasmaniah
maupun kemampuan berpikimya.
Dengan adanya dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup itu maka manusia
mempunyai harapan. Pada hakekatnya harapan itu adalah keinginan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Menurut Abraham Maslow sesuai dengan kodratnya harapan manusia atau kebutuhan
manusia itu ialah :
a) kelangsungan hidup (survival)
b) keamanan ( safety )
c) hak dan kewajiban mencintai dan dicintai (be loving and love)
d) diakui lingkungan (status)
e) perwujudan cita-cita (self actualization)




Harapan dan Optimisme dalam Islam



Di balik keberadaan dunia dan isinya yang terhampar luas, sesungguhnya terkandung banyak sekali harapan bagi umat manusia yang mau berfikir dan berbuat. Harapan ini melekat dengan beragam aspek kehidupan yang dijalani. Bahkan bagi orang-orang yang beriman, suatu harapan harus tetap melekat hingga akhir kehidupan dunia yang fana ini. Itulah harapan ketika hendak memasuki alam keabadian.

Terciptanya manusia, juga merupakan tahapan dari serangkaian harapan. Bermula dari seorang bayi yang tidak berdaya, diharapkan ia tumbuh dewasa dan mandiri dalam menjalani hidup. Bermula dari seorang bayi yang bergantung pada belas kasih orangtua, diharapkan kelak menjadi manusia yang berbakti pada orangtua, mampu membangun rumah tangga yang sakinah, serta menjadi insan yang berguna bagi orang banyak. Bermula dari bayi yang hanya bisa menangis dalam merespon sesuatu, nantinya diharapkan menjadi hamba yang tegar dalam mengarungi kehidupan, serta istiqomah dalam menjalankan perintah-perintah Tuhannya, Allah swt.

Harapan (ar-rajā’) tidak boleh sirna selama manusia masih menjalani hidup. Ia harus tetap tumbuh seiring dengan rasa optimis (tafāul) dalam menghadapi kehidupan. Harapan adalah oksigen bagi jiwa yang menjalani kehidupan dengan penuh optimisme. Tanpa adanya kekuatan dariharapan dan optimisme, derasnya gelombang kehidupan akan menghanyutkan manusia dalam keputusasaan. Apalagi, keputusasaan, di samping melemahkan semangat berjuang, sifat ini bukanlah karakter dari hamba yang beriman.

”Janganlah kamu bersikap lemah (pesimis), dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamu adalah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman”. (Ali Imran :139)

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan kami ialah Allah,’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan); ‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih, dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (Fushshilat : 30)

Sebagai insan yang beriman, kita tidak dibenarkan pesimis dan rendah diri karena Allah bersama kita. Allah menegaskan bahwa Dialah sebaik-baik penolong dan pelindung. Dia juga Maha Pemberi Karunia. (lihat Ali ‘Imran : 173-174).

Rasulullah saw telah banyak mengajarkan umatnya untuk memiliki harapan. Seperti yang telah terjadi ketika Rasulullah saw hijrah ke Thaif dan tak seorang pun yang mau menerima beliau, padahal beliau membawa sesuatu yang paling baik di dunia yaitu Islam. Namun, mereka mengecam Rasulullah saw, bahkan mengusir beliau dan melempari beliau dengan batu hingga Rasulullah saw terluka. Dan pada saat itu malaikat datang menghibur Rasulullah saw dan berkata: “Wahai Rasulullah, kalaulah engkau bersedia, aku akan menimpa mereka dengan dua gunung yang mengapit kota Thaif, agar mereka binasa.” Namun, Rasulullah saw menjawab: “Jangan! Aku memiliki harapan yang besar terhadap mereka, dan keturunan mereka, bahwa suatu saat nanti mereka akan beriman kepada Allah SWT.”

Dari siroh di atas jelas digambarkan akan besarnya ketegaran serta kesabaran Rasulullah saw dalam menyampaikan risalatullah, meskipun harus menghadapi pukulan, lemparan, hinaan, dsb. yang datang bertubi-tubi menghujam Rasulullah saw. Beliau tak pernah putus asa, bahkan terus menaruh harapan besar terhadap mereka.

Memang banyak riwayat hadits yang menyebutkan tentang larangan berangan-angan. Maksud dari yang dilarang disini adalah angan-angan yang terlalu tinggi, karena Rasulullah saw takut umatnya lupa akan akhirat. Jadi, perlunya keseimbangan antara dunia dan akhirat.

Kesimpulan
Pada hakekatnya manusia memiliki harapan bahkan dari lahir. Dari lahir kita sudah punya harapan agar orang tua berhenti melakukan tindakan yang menurut kita aneh pada saat menjadi bayi sehingga kita menangis. Harapan tak henti-hentinya hadir bahkan hingga orang yang frustasi pun punya harapan agar mati (naudzubillahminzalik) begitulah manusia yang selalu punya harapan dalam keadaan apapun kondisinya. Harapan merupakan tujuan dari kebutuhan dan keinginan. Harapan muncul dari problematika kehidupan. Dari yang baik hingga yang buruk. Hanya bukan makhluk hidup lah yang tidak memiliki harapan.


sumber: http://abra139210.wordpress.com/
http://robyyuliardi.wordpress.com
http://www.jasadesainwebsite.net/

0 komentar:

Posting Komentar